Selamat Tinggal Maple

Tak ada pisah dalam harap Tanyalah pada malam yang gelap.

Wajah wajah Kamuflase

Tak terlihat nyatanya Namun ada seribu rupa.

Tema 3 Kegiatanku

Kegiatan pagi, siang, dan malam hari.

Rabu, 11 Januari 2023

 

AKSI NYATA: MERDEKA BELAJAR

STRATEGI PENERAPAN MERDEKA BELAJAR

SESUAI DENGAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

 

1. Sebelum Mempelajari Merdeka Belajar Menurut Ki Hajar Dewantara

       Pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Sejak zaman bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Kolonial Belanda, para pejuang telah menyadari pentingnya pendidikan sebagai faktor yang vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan lepas dari belenggu penjajahan. Sebelum mempelajari modul tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya mengira pendidikan di zaman kolonial lebih baik karena terdapat dasar-dasar pendidikan Barat yang diterapkankan di dalamnya. Namun ternyata, dalam proses pendidikan di zaman kolonial, pendidikan hanya diperuntukkan bagi kalangan-kalangan tertentu saja seperti calon pegawai dan pembantu kolonial yang bertujuan untuk memajukan usaha dagang kolonial tersebut. Adapun kemampuan yang diajarkan hanya membaca, menulis dan berhitung saja. Sangat jauh dari konsep pendidikan yang sebenarnya yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara.


Dengan mempelajari materi merdeka belajar, saya menyadari bahwa dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran, saya masih belum sempurna. Selama ini saya banyak menuntut terhadap siswa. Seperti ketercapaian penyampaian materi, hasil ujian yang bagus, serta meletakkan harapan-harapan saya di atas pundak mereka. Padahal sejatinya saya sebagai guru harusnya hanya menuntun agar anak didik saya dapat berkembang sesuai dengan kodratnya. Selain itu, dalam hal memberikan kemerdekaan kepada siswa, di dalam beberapa waktu saya masih mengekang siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran, menegurnya saat ia mengobrol dengan temannya atau bermain saat pembelajaran dilaksanakan. Padahal anak memiliki kodrat alam, dimana ia suka bermain. Hal ini yang perlu saya pahami dan perbaiki lagi sehingga bisa menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa saya.


 

2. Perubahan Pemikiran dan Prilaku Setelah Mempelajari Merdeka Belajar menurut  Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh Pendidikan Indonesia yang konsep pendidikannya masih dipakai dan dijadikan pedoman dalam dunia Pendidikan Indonesia sampai saat ini. Pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan dalam praktiknya di dunia Pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebuah proses menuntun dan mengembangkan kodrat yang dimiliki oleh anak agar anak mampu mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah usaha untuk membebaskan anak dari ketidaktahuan dengan memberikan ilmu pengetahuan agar ia memiliki kecakapan yang diperlukan dalam kehidupannya.

Dua konsep ini tidak bisa dipisahkan, keduanya dipahami dan diterapkan di dalam mendidik siswa-siswa kita di sekolah. Dalam konsep Pendidikan, Ki Hajar Dewantara menekankan kepada kodrat yang dimiliki oleh anak, dimana anak memiliki kodrat alam dan kodrat zaman. Kedua kodrat yang dimiliki anak ini perlu dituntun dan dikembangkan. Guru disini berperan untuk menuntun kodrat ini agar tumbuh dan berkembang positif dan terhindar dari hal-hal yang membahayakan.

Perihal kodrat alam anak, kita tidak bisa menghilangkannya karena itu berkaitan dengan karakter dan sifat-sifat anak itu sendiri. Kita sebagai pendidik berperan dalam membimbingnya agar sifat dan karakter yang positiflah yang berkembang. Selanjutnya kodrat zaman, anak lahir, tumbuh dan berkembang pada zamannya. Kita sebagai guru tidak bisa memaksakan cara-cara lama yang pernah ada di masa kita dahulu. Guru perlu menyesuaikan materi dan kecakapan hidup yang perlu diberikan dan ditanamkan kepada anak agar dapat digunakannya di zaman ia berada sekarang. Dengan memiliki kecakapan hidup yng sesuai zaman, maka anak akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri, bersosialisasi, dan mengembangkan potensi dirinya.

Setelah mempelajari tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara, maka pandangan dan pemikiran saya berubah. Saya berusaha untuk menuntun siswa saya untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya sendiri. Saya perlu menanamkan konsep bahwa saya adalah seorang petani yang sedang memelihara tanamannya. Jika saya sedang menanam padi maka saya hanya dapat menuntun tumbuhnya padi dengan cara memperhatikan kondisi tanah, memberi pupuk dan air yang cukup dan membasmi hama pengganggu, agar tanaman padi saya dapat tumbuh sebagai padi yang subur. Dengan tuntunan ini, saya sebagai pendidik juga menanamkan budi pekerti kepada anak sehingga anak mampu menguasai diri dan menghargai orang lain. Jadi anak tidak hanya menjadi orang orang yang cerdas dan berpikiran luas tapi juga menjadi manusia yang beradab kelak.



Sejalan dengan pemikiran ki Hajar Dewantara, dimana didalam Pendidikan segala upaya dikerahkan untuk memberikan kemerdekaan lahir dan batin kepada anak. Pada saat ini di sekolah saya sudah menerapkan kurikulum merdeka, sehingga pendidik perlu menerapkan konsep merdeka belajar di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pendidik berperan dalam menuntun perkembangannya agar yang berkembang adalah nilai-nilai yang positif dan bermanfaat bagi diri siswa. Di dalam proses Pendidikan itu terdapat pengajaran dengan pemberian materi untuk pengetahuan siswa, namun tidak hanya itu, siswa perlu dibekali dengan budi pekerti. Dengan budi pekerti, anak akan dapat menguasai dirinya, menghargai orang lain di sekitarnya dan dapat menjadi manusia yang beradab. Dimana manusia yang beradab itu mampu mengontrol perbuatan dan perkataannya. Selain itu, perubahan mindset juga perlu dilakukan dimana semula masih berorientasi pada ketercapaian materi berubah menjadi pengembangan bakat dan potensi anak serta  penanaman nilai-nilai karakter kepada diri anak. Mulai dari anak memasuki lingkungan sekolah, penanaman nilai karakter sudah mulai dilakukan seperti dengan bersalaman dan mengucapkan salam dan sampai ke proses pembelajaran serta semua aktivitas di sekolah.

 

 3. Penerapan Merdeka Belajar di Sekolah

Beberapa hal yang bisa diterapkan di sekolah dan di kelas adalah:

a.      Membudayakan Budaya 5S (Senyum, salam, sapa, sopan dan santun).

Budaya 5S ini merupakan sebuah kegiatan yang sederhana namun memiliki peranan dalam pembentukan karakter peserta didik.

1)    Senyum 

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu menunjukkan raut muka dan bibir yang nyaman untuk dilihat oleh siapapun yang ditemuinya.

2)    Salam

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu mengucapkan salam serta berjabat tangan dengan orang yang ditemuinya.

3)    Sapa

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu melakukan tegur sapa yang ramah dan hangat dengan orang yang ditemuinya baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.

4)    Sopan

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu  menunjukkan prilaku sopan baik ketika duduk, berbicara, berjalan, berpakaian serta berinteraksi dengan orang lain.

5)    Santun

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu  menunjukkan sikap yang menghargai orang lain. 

b.     Pendidikan Karakter berdasarkan Kearifan Lokal

Konteks sosio-budaya sekolah saya yaitu berada dalam lingkungan adat budaya Minangkabau. Mayoritas masyarakat di lingkungan saya dan juga siswa adalah suku Minang. Oleh karena itu, salah satu penerapan pemikiran KHD yang disesuaikan dengan konteks sosio-budaya lingkungan adalah menerapkan ajaran budi pekerti Minangkabau "Sumbang Duo Baleh" di dalam lingkungan sekolah dan kelas. 


 


Sumbang duo baleh adalah suatu peraturan dalam adat Minangkabau yang berisi tentang prilaku atau nilai sopan santun seseorang agar tidak menyimpang dari kodratnya. Sumbang adalah sikap atau prilaku yang tidak sesuai dengan etika adat. Beberapa kegiatan pembudayaan yang sesuai dengan “Sumbang Duo Baleh” di dalam lingkungan sekolah dan kelas adalah sebagai berikut:

1)    Membudayakan cara duduk yang baik dan sopan. (Sumbang Duduak)

2)    Membudayakan cara bergaul yang baik antara siswa yang laki-laki dan perempuan (Sumbang Tagak, Sumbang Caliak, Sumbang Bagaua).

3)    Membudayakan cara berjalan yang sopan (Sumbang Bajalan).

4)    Membudayakan berkata lemah lembut (Sumbang Bakato).

5)    Membudayakan adab makan (Sumbang Makan).

6)    Membudayakan cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama dan adat (Sumbang Bapakaian).

7)    Membudayakan cara bertanya dan menjawab yang baik dan sopan (Sumbang Tanyo dan Sumbang Jawek)

8)    Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat (Sumbang Karajo dan Sumbang Kurenah).

 Dengan memahami dan menerapkan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara di dalam proses pendidikan di sekolah hendknya tercipta pendidikan yang menghasilkan manusia yang cerdas dan berakhlak mulia.

Rabu, 16 November 2022

 

AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 

OLEH    : MARIYATRI, S.Pd.

CGP ANGKATAN 6 KOTA SAWAHLUNTO 

PROV.SUMATERA BARAT

 

1.        Latar Belakang Kegiatan

Pendidikan adalah usaha menuntun siswa agar dapat berkembang sesuai dengan kodratnya. Agar dapat tumbuh dan berkebang dengan baik, siswa memerlukan lingkungan yang menumbuhkan motivasi instrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta akhlak mulia.

Hal ini dapat diciptakan melalui pengembangan budaya positif di sekolah. Budaya positif disekolah adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,dan kebiasaan-kebia-saan di sekolah yang berpihak pada siswa.

2.      Tujuan Kegiatan

a.       Menumbuhkan budaya positif di lingkungan kelas dan sekolah

b.       Berbagi pemahaman budaya positif kepada rekan sejawat.

3.      Tolak Ukur Kegiatan

a.       Siswa dapat menyusun keyakinan kelas bersama.

b.       Siswa mampu menunjukkan sikap yang sesuai dengan keyakinan kelas.

c.       Terlaksananya kegiatan berbagi dengan rekan sejawat tentang Budaya Positif”.

4.      Linimasa Kegiatan

a.    Mengajukan gagasan kepada kepala sekolah.

b.  Menyusun keyakinan kelas bersama siswa.

c.  Melaksanakan kegiatan berbagai pemahaman Budaya Positif kepada rekan sejawat di sekolah.

d. Melakukan monitoring, langkah segitiga restitusi serta refleksi terhadap pelaksanaan keyakinan kelas.

e.  Memberikan keteladanan kepada siswa dalam penerapan nilai-nilai yang diyakini bersama.

5.      Dukungan yang diperlukan

a.  Dukungan dari kepala sekolah, rekan guru, dan siswa dalam pengembangan budaya positif di sekolah

b. Dukungan dari orang tua dalam pembentukan karakter siswa di rumah.

c. Sarana dan Prasarana yang dapat mendukung pengembangan budaya positif di sekolah.

6.      Hasil Kegiatan

1. Penyusunan Keyakinan Kelas




2. Berbagi pemahaman Tentang Budaya Positif kepada Rekan Sejawat








 

 


Jumat, 04 November 2022

 

KONEKSI ANTAR MATERI

MODUL 2.1

 A.      Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah pembelajaran yang menyesuaikan dengan kebutuhan murid,  dimana guru berusaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. 


Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1.       Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga murid-muridnya.

2.       Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana guru akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

3.       Bagaimana guru menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Bagaimana guru memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.

4.       Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun murid melakukan kegiatan yang mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

5.       Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan, dan kemudian menyesuaikan rencana dan proses pembelajaran.

 B.      Pelaksanaan Pembelajaran Berdiferensiasi

Pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi harus diawali dengan menganalisis kebutuhan murid. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid, refleksi murid, dan terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya, serta membuat catatan tentang profil murid. Kegiatan ini akan membantu guru untuk merencang proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid-muridnya.


Kebutuhan belajar murid dapat dilihat berdasarkan aspek yaitu: kesiapan belajar, minat murid, dan profil belajar murid.

1.       Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi, konsep, atau keterampilan baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka dan memberikan mereka tantangan, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi atau keterampilan baru tersebut.



2.       Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran. Siswa memiliki minat yang beragam seperti olahraga, sastra, seni, sains, teknologi, sejarah, Matematika, dan lainnya.



3.       Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara alami dan efisien. Profil belajar dapat dilihat dari tiga faktor yaitu: preferensi terhadap lingkungan belajar, pengaruh Budaya, dan gaya belajar.



Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah mengajar dengan banyak cara atau sebanyak jumlah murid di kelas. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Pengelompokkan anak tetap dilakukan secara heterogen agar anak dapat saling melengkapi di dalam kelompok.

 C.      Kaitan dengan Modul lain di PGP

Pembelajaran berdiferensiasi meruapakan pembelajaran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak. Hal ini sejalan dengan konsep menghamba pada anak yang terdapat pada Modul 1.1. Maksudnya disini adalah memberikan sesuatu yang memang dibutuhkan oleh anak serta menciptakan pembelajaran yang berkualitas demi kepentingan anak. Selain itu, melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi juga sesuai dengan nilai dan peran guru penggerak pada Modul 1.2. Dimana terdapat nilai berpihak pada murid, pembelajaran berdiferensiasi sangat menunjukkan keberpihakkan terhadap murid dengan memperhatikan kebutuhan murid dan bagaimana cara meresponnya dengan tepat. Dengan adanya respon yang tepat ini diharapkan bakat dan potensi anak akan berkembang dengan baik.

 

Selasa, 18 Oktober 2022

 

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4

 

1.      Kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan  sekolah/kelas, segitiga restitusi dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak. 

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebuah proses menuntun dan mengembangkan kodrat yang dimiliki oleh anak agar anak mampu mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan adalah sebuah tuntunan dalam hidup dan tumbuh kembang anak. Pengembangan budaya positif dapat menumbuhkan motivasi instrinsik dalam diri anak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta akhlak mulia. Budaya positif disekolah adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,dan kebiasaan - kebiasaan di sekolah yang berpihak pada siswa. Pengembangan budaya positif di sekolah ditujukan agar siswa dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai positif yang diyakini bersama.

Dalam menciptakan budaya positif ini, guru perlu memahami konsep disiplin positif, nilai-nilai kebajikan, motivasi prilaku manusia, perbedaan antara hukuman, penghargaan dan restitusi, menyusun keyakinan kelas, memahami adanya kebutuhan dasar manusia, menentukan posisi kontrol, serta langkah penerapan restitusi. Dengan terciptanyanya budaya positif maka tugas guru dalam menuntun anak akan berjalan dengan baik karena suasana positif yang ada akan mendukung siswa untuk dapat berkembang sesuai dengat kodratnya.

 

2.      Refleksi dari pemahaman a atas Modul Budaya Positif

a.      Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Budaya positif akan menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi seluruh warga sekolah. Untuk itu, guru perlu memahami konsep disiplin positif dimana kita sebagai guru perlu menumbuhkan motivasi intrinsik di dalam diri anak. Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat 3 motivasi dari prilaku manusia yaitu:

1)       Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

2)      Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.

3)      Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

Untuk menanamkan motivasi yang ketiga, guru perlu memahami posisi kontrol dan menentukan posisi kontrol yang tepat dalam menghadapi anak. Posisi kontrol tersebut yaitu:

1)      Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal.

2)  Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

3)  Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi.

4)   Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi.

5) Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.

Tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.  Posisi yang kelima merupakan posisi untuk menerapkan restitusi, bukan hukuman ataupun konsekuensi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk memperbaiki kesalahannya. Terdapat 3 langkah-langkah restitusi yaitu:

1)      Menstabilkan identitas

2)      Validasi tindakan yang salah

3)      Menanyakan keyakinan

 b.      Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan cara berpikir dalam menciptakan budaya positif adalah pemberian hukuman dan penghargaan ternyata hanya menimbulkan motivasi ekstrinsik siswa saja. Jika hukuman ataupun penghargaan tidak diberikan lagi maka prilaku tersebut bisa hilang. Untuk menanamkan motivasi intrinsil yang muncul di dalam diri anak adalah dengan menggunakan restitusi, dimana kita sebagai guru memberikan kesempatan kepada anak untuk memperbaiki kesalahannya.

 c.       Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman dalam penerapan konsep budaya positif adalah menerapkan posisi kontrol sebagai manajer, dimana guru menggunakan bahasa yang tidak menghakimi, nada yang wajar, serta membantu siswa untuk memperbaiki kesalahannya. Guru membantu siswa untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.  

 d.      Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saya merasa sangat senang karena dapat menghadapi anak dengan tenang. Emosi akan merusak suasana hati saya dan siswa. Siswa pun akan belajar dari kesalahannya dan belajar dari cara guru menghadapinya. Ini akan menjadi bekal di dalam kehidupannya.

 e.       Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Penerapan konsep yang sudah baik adalah penerapan langkah-langkah restitusi. Penerapan tiga langkah restitusi sangat membawa dampak positif ke dalam diri siswa. Anak yang sebelumnya berada dalam emosi yang tidak stabil bisa menjadi lebih tenang dalam menyelesaikan masalahnya. Begitu juga dengan guru dapat lebih tenang dalam menghadapi masalah siswa. Hal yang perlu diperbaiki adalah mengontrol pemberian hukuman dan penghargaan karena hal ini sudah biasa dilakukan.

f.        Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Sebelum mempelajari modul ini, posisi kontrol yang biasa digunakan adalah posisi pembuat merasa merasa bersalah. Siswa akan merasa bersalah dan saya berharap ia tidak akan mengulanginya kembali. Penerapan posisi ini akan membuat anak merasa rendah diri karena trus menerus merasa gagal membahagiakan orang lain. Setelah mempelajari modul ini, posisi yang digunakan adalah manajer. Perasaan saya menjadi lebih tenang dalam menghadapi masalah siswa, emosi menjadi lebih stabil. Begitu juga dengan siswa, saat ada masalah sudah tentu perasaan dan emosinya menjadi tidak stabil, maka guru perlu menstabilkan emosinya terlebih dahulu, kemudian bersama-sama menemukan cara untuk memperbaiki kesalahannya.

 g.      Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini, saya sudah pernah melakukan ketiga langkah ini dalam suatu kasus. Namun banyak dilain kesempatan saya hanya melakukan satu atau dua langkah saja. Langkah pertama yaitu menstabilkan identitas, disini saya membuat siswa merasa lebih tenang dengan meredam emosi siswa serta menggunakan nada bicara yang wajar. Selanjutnya langkah yang kedua yaitu validasi tindakan yang salah dengan mengkonfirmasi kesalahan yang telah dilakukan siswa. Selanjutnya langkah yang ketiga adalah menanyakan keyakinan serta cara yang dapat digunakan untuk kembali kepada keyakinan kelas.

h.      Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal-hal lain yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah adalah pemberian keteladanan kepada siswa. Siswa akan sangat mudah dalam meniru prilaku orang yang diamatinya. Dengan adanya teladan baik yang dapat dicontohnya maka akan sangat mudah bagi siswa untuk mengambil nilai positif dan mencobakannya juga.


Jumat, 09 September 2022

Kesimpulan dan Refleksi terhadap Pemikiran-Pemikiran Ki Hadjar Dewantara



KONEKSI ANTAR MATERI - KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

PROGRAM GURU PENGGERAK ANGKATAN 6

 

1. Sebelum Mempelajari Modul 1.1 Pemikiran Ki Hajar Dewantara

       Pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Sejak zaman bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa Kolonial Belanda, para pejuang telah menyadari pentingnya pendidikan sebagai faktor yang vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan lepas dari belenggu penjajahan. Sebelum mengikuti program pendidikan calon guru penggerak ini dan mempelajari modul 1.1 tentang pemikiran Ki Hajar Dewantara, saya mengira pendidikan di zaman kolonial lebih baik karena terdapat dasar-dasar pendidikan Barat yang diterapkankan di dalamnya. Namun ternyata, dalam proses pendidikan di zaman kolonial, pendidikan hanya diperuntukkan bagi kalangan-kalangan tertentu saja seperti calon pegawai dan pembantu kolonial yang bertujuan untuk memajukan usaha dagang kolonial tersebut. Adapun kemampuan yang diajarkan hanya membaca, menulis dan berhitung saja. Sangat jauh dari konsep pendidikan yang sebenarnya yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara.


    Dengan mempelajari modul 1.1 tentang filosofis pemikiran Ki Hajar Dewantara ini, saya menyadari bahwa dalam pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran, saya masih belum sempurna. Selama ini saya banyak menuntut terhadap siswa. Seperti ketercapaian penyampaian materi, hasil ujian yang bagus, serta meletakkan harapan-harapan saya di atas pundak mereka. Padahal sejatinya saya sebagai guru harusnya hanya menuntun agar anak didik saya dapat berkembang sesuai dengan kodratnya. Selain itu, dalam hal memberikan kemerdekaan kepada siswa, di dalam beberapa waktu saya masih mengekang siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran, menegurnya saat ia mengobrol dengan temannya atau bermain saat pembelajaran dilaksanakan. Padahal anak memiliki kodrat alam, dimana ia suka bermain. Hal ini yang perlu saya pahami dan perbaiki lagi sehingga bisa menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa saya.

 

2. Perubahan Pemikiran dan Prilaku Setelah Mempelajari Modul 1.1 Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh Pendidikan Indonesia yang konsep pendidikannya masih dipakai dan dijadikan pedoman dalam dunia Pendidikan Indonesia sampai saat ini. Pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda namun tidak bisa dipisahkan dalam praktiknya di dunia Pendidikan. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah sebuah proses menuntun dan mengembangkan kodrat yang dimiliki oleh anak agar anak mampu mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah usaha untuk membebaskan anak dari ketidaktahuan dengan memberikan ilmu pengetahuan agar ia memiliki kecakapan yang diperlukan dalam kehidupannya.

Dua konsep ini tidak bisa dipisahkan, keduanya dipahami dan diterapkan di dalam mendidik siswa-siswa kita di sekolah. Dalam konsep Pendidikan, Ki Hajar Dewantara menekankan kepada kodrat yang dimiliki oleh anak, dimana anak memiliki kodrat alam dan kodrat zaman. Kedua kodrat yang dimiliki anak ini perlu dituntun dan dikembangkan. Guru disini berperan untuk menuntun kodrat ini agar tumbuh dan berkembang positif dan terhindar dari hal-hal yang membahayakan.

Perihal kodrat alam anak, kita tidak bisa menghilangkannya karena itu berkaitan dengan karakter dan sifat-sifat anak itu sendiri. Kita sebagai pendidik berperan dalam membimbingnya agar sifat dan karakter yang positiflah yang berkembang. Selanjutnya kodrat zaman, anak lahir, tumbuh dan berkembang pada zamannya. Kita sebagai guru tidak bisa memaksakan cara-cara lama yang pernah ada di masa kita dahulu. Guru perlu menyesuaikan materi dan kecakapan hidup yang perlu diberikan dan ditanamkan kepada anak agar dapat digunakannya di zaman ia berada sekarang. Dengan memiliki kecakapan hidup yng sesuai zaman, maka anak akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri, bersosialisasi, dan mengembangkan potensi dirinya.

Setelah mempelajari modul 1.1 tentang Pemikiran Ki Hajar Dewantara, maka pandangan dan pemikiran saya berubah. Saya berusaha untuk menuntun siswa saya untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya sendiri. Saya perlu menanamkan konsep bahwa saya adalah seorang petani yang sedang memelihara tanamannya. Jika saya sedang menanam padi maka saya hanya dapat menuntun tumbuhnya padi dengan cara memperhatikan kondisi tanah, memberi pupuk dan air yang cukup dan membasmi hama pengganggu, agar tanaman padi saya dapat tumbuh sebagai padi yang subur. Dengan tuntunan ini, saya sebagai pendidik juga menanamkan budi pekerti kepada anak sehingga anak mampu menguasai diri dan menghargai orang lain. Jadi anak tidak hanya menjadi orang orang yang cerdas dan berpikiran luas tapi juga menjadi manusia yang beradab kelak.

Sejalan dengan pemikiran ki Hajar Dewantara, dimana didalam Pendidikan segala upaya dikerahkan untuk memberikan kemerdekaan lahir dan batin kepada anak. Pada saat ini di sekolah saya sudah menerapkan kurikulum merdeka, sehingga pendidik perlu menerapkan konsep merdeka belajar di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Pendidik berperan dalam menuntun perkembangannya agar yang berkembang adalah nilai-nilai yang positif dan bermanfaat bagi diri siswa. Di dalam proses Pendidikan itu terdapat pengajaran dengan pemberian materi untuk pengetahuan siswa, namun tidak hanya itu, siswa perlu dibekali dengan budi pekerti. Dengan budi pekerti, anak akan dapat menguasai dirinya, menghargai orang lain di sekitarnya dan dapat menjadi manusia yang beradab. Dimana manusia yang beradab itu mampu mengontrol perbuatan dan perkataannya. Selain itu, perubahan mindset juga perlu dilakukan dimana semula masih berorientasi pada ketercapaian materi berubah menjadi pengembangan bakat dan potensi anak serta  penanaman nilai-nilai karakter kepada diri anak. Mulai dari anak memasuki lingkungan sekolah, penanaman nilai karakter sudah mulai dilakukan seperti dengan bersalaman dan mengucapkan salam dan sampai ke proses pembelajaran serta semua aktivitas di sekolah.

 

 3. Penerapan Pemikiran KHD

Beberapa hal yang bisa diterapkan di sekolah dan di kelas adalah:

a.      Membudayakan Budaya 5S (Senyum, salam, sapa, sopan dan santun).

Budaya 5S ini merupakan sebuah kegiatan yang sederhana namun memiliki peranan dalam pembentukan karakter peserta didik.

1)    Senyum 

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu menunjukkan raut muka dan bibir yang nyaman untuk dilihat oleh siapapun yang ditemuinya.

2)    Salam

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu mengucapkan salam serta berjabat tangan dengan orang yang ditemuinya.

3)    Sapa

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu melakukan tegur sapa yang ramah dan hangat dengan orang yang ditemuinya baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.

4)    Sopan

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu  menunjukkan prilaku sopan baik ketika duduk, berbicara, berjalan, berpakaian serta berinteraksi dengan orang lain.

5)    Santun

Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu  menunjukkan sikap yang menghargai orang lain. 

b.     Pendidikan Karakter berdasarkan Kearifan Lokal

Konteks sosio-budaya sekolah saya yaitu berada dalam lingkungan adat budaya Minangkabau. Mayoritas masyarakat di lingkungan saya dan juga siswa adalah suku Minang. Oleh karena itu, salah satu penerapan pemikiran KHD yang disesuaikan dengan konteks sosio-budaya lingkungan adalah menerapkan ajaran budi pekerti Minangkabau "Sumbang Duo Baleh" di dalam lingkungan sekolah dan kelas. 


Sumbang duo baleh adalah suatu peraturan dalam adat Minangkabau yang berisi tentang prilaku atau nilai sopan santun seseorang agar tidak menyimpang dari kodratnya. Sumbang adalah sikap atau prilaku yang tidak sesuai dengan etika adat. Beberapa kegiatan pembudayaan yang sesuai dengan “Sumbang Duo Baleh” di dalam lingkungan sekolah dan kelas adalah sebagai berikut:

1)    Membudayakan cara duduk yang baik dan sopan. (Sumbang Duduak)

2) Membudayakan cara bergaul yang baik antara siswa yang laki-laki dan perempuan (Sumbang Tagak, Sumbang Caliak, Sumbang Bagaua).

3)    Membudayakan cara berjalan yang sopan (Sumbang Bajalan).

4)    Membudayakan berkata lemah lembut dan sopan santun (Sumbang Bakato).

5)    Membudayakan adab makan (Sumbang Makan).

6)    Membudayakan cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama dan adat (Sumbang Bapakaian).

7)    Membudayakan cara bertanya dan menjawab yang baik dan sopan (Sumbang Tanyo dan Sumbang Jawek)

8) Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat (Sumbang Karajo dan Sumbang Kurenah).

 Dengan memahami dan menerapkan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara di dalam proses pendidikan di sekolah hendaknya tercipta pendidikan yang menghasilkan manusia yang cerdas dan berakhlak mulia.